joesharanger.com Makalah Pengertian Hukum,Teori dan Aliran Hukum | Kumpulan Makalah Kuliah
Home » » Makalah Pengertian Hukum,Teori dan Aliran Hukum

Makalah Pengertian Hukum,Teori dan Aliran Hukum


Kata Pengantar
Dengan menyebut nama  Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang melimpah kan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Teori dan Aliran-Aliran Hukum.
Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang sederhana ini dan kami berharap makalah ini dapat menambahkan pengetahuan tentang Teoridan Aliran-Aliran Hukum. Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik, tak lepas dari sumber-sumber  yang terkait dengan makalah ini. Kami pun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Semoga makalah sederhana ini dapat di pahami bagi siapapun yang membacanya dan makalah yang kami buat dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu agama bagi kita semua. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan, oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat untuk kedepannya.


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum
B. Teori-teori dalam Hukum
1. Teori-teori Yunani dan Romawi (Klasik)
2. Teori-teori Hukum Alam
3. Positivisme dan Utilitarianisme
4. Teori Hukum Murni
C. Aliran-aliran Hukum
1. Aliran Legisme
2. Aliran freierechtslehre atau freierechtsbewegung atau freierechtschule
3. Aliran rechtsviding (penemuan hukum)
D. Aliran yang Berlaku di Indonesia
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teori merupakan sebuah keberadaan yang sangat penting dalam dunia hukum, karena hal tersebut merupakan konsep dasar yang dapat menjawab suatu masalah. Teori juga merupakan sarana yang memberikan rangkuman bagaimana memahami suatu masalah dalam setiap bidang ilmu pengetahuan hukum. Penting untuk seorang akademisi hukum mengetahui pengertian teori secara luas, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam membuat karya-karya ilmiah yang merupakan proses kegiatan seorang akademisi dalam kegiatan ilmiah maupun dalam suatu penelitian. Dalam penemuan hukum terdapat beberapa aliran. Sebelum tahun 1800 sebagian besar hukum adalah kebiasaan. Di muka hukum kebiasaan itu beraneka ragam dan kurang menjamin kepastian hukum. Keadaan ini menimbulkan gagasan untuk menyatukan hukum dan menuangkan dalam sebuah kitab undang-undang, maka timbullah gerakan kodifikasi. Timbulnya gerakan kodifikasi ini disertai timbulnya aliran legisme, aliran legisme adalah bahwa semua hukum terdapat pada undang-undang.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Hukum ?
2. Sebutkan dan Jelaskan Teori-Teori dalam Hukum ?
3. Sebutkan dan Jelaskan Aliran-Aliran dalam Hukum?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian dari Hukum.
2. Untuuk Mengetahui Teori-Teori dalam Hukum.
3. Untuk Mengetahui Aliran-Aliran dalam Hukum.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum
Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah terjadinya kekacauan.
Pengertian Hukum Menurut Para Ahli Hukum :
1. Menurut Plato, dilukiskan dalam bukunya ”Republik”. Hukum adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.
2. Menurut Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatan nya dalam menghukum orang-orang yang bersalah.
3. Menurut Austin, hukum adalah sebagai peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya (Friedmann, 1993: 149).
4. Menurut Bellfoid, hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat itu didasarkan atas kekuasaan yang ada pada masyarakat.
5. Menurut Mr. E.M. Mayers, hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan ditinjau kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.
6. Menurut Duguit, hukum adalah tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang melanggar peraturan itu.
7. Menurut Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak dari orang yang satu dapat menyesuaikan dengan kehendak bebas dari orang lain memenuhi peraturan hukum tentang Kemerdekaan.
8. Menurut Van Kant, hukum adalah serumpun peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang diadakan untuk mengatur melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.
9. Menurut Van Apeldoorn, hukum adalah gejala sosial tidak ada masyarakat yang tidak mengenal hukum maka hukum itu menjadi suatu aspek kebudayaan yaitu agama, kesusilaan, adat istiadat, dan kebiasaan.
10. Menurut S.M. Amir, S.H.: hukum adalah peraturan, kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma-norma dan sanksi-sanksi.
11. Menurut E. Utrecht, menyebutkan: hukum adalah himpunan petunjuk hidup –perintah dan larangan– yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa itu.
12. Menurut M.H. Tirtaamidjata, S.H., bahwa hukum adalah semua aturan (norma) yang harus dituruti dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya.
13. Menurut J.T.C. Sumorangkir, S.H. dan Woerjo Sastropranoto, S.H. bahwa hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman.
14. Menurut Soerojo Wignjodipoero, S.H. hukum adalah himpunan peraturan-peraturan hidup yang bersifat memaksa, berisikan suatu perintah larangan atau izin untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu atau dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.
15. Menurut Dr. Soejono Dirdjosisworo, S.H. menyebutkan aneka arti hukum yang meliputi: hukum dalam arti ketentuan penguasa (undang-udang, keputusan hakim dan sebagainya), hukum dalam arti petugas-petugas-nya (penegak hukum), hukum dalam arti sikap tindak, hukum dalam arti sistem kaidah, hukum dalam arti jalinan nilai (tujuan hukum), hukum dalam arti tata hukum, hukum dalam arti ilmu hukum, hukum dalam arti disiplin hukum .
16. Pengertian Hukum menurut kelompok kami adalah suatu aturan atau norma yang harus ditegaskan dengan benar, yang benar harus dibenarkan, yang salah harus disalahkan tanpa pandang bulu siapapun yang melakukan pelanggaran hukum tersebut.

B. Teori-Teori dalam Hukum
Zoon politicon, sebuah istilah yang di ajarkan oleh Aristoteles yang menyatakan bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dengan manusia yang lain. Ajaran ini adalah salah satu gambaran bahwa manusia membutuhkan keberadaan manusia yang lain untuk mengatasi permasalahannya. Walaupun telah hidup bermasyarakat bukan berarti manusia tersebut dapat sepenuhnya terhindar dari permasalahan. Homo Homini Lupus, adalah istilah dari Plautus Asinaria (495 M) yang menggambarkan bahwa manusia diibaratkan sebagai serigala bagi manusia yang lainnya. Manusia dapat menyelesaikan atau mendatangkan permasalahan bagi mannusia lainnya.
Kehidupan masyarakat selalu berkembang dengan dinamis, begitu juga dengan masalah yang ditimbulkannya. Permasalahan yang yang ada di masyarakat selalu berkembang semakin rumit. Dalam keadaan yang demikian itu dibutuhkan sesuatu untuk menyelesaikan permasalahn tersebut, kemudian lahirlah hukum. Hukum mengatur interaksi antara manusia satu dengan lainnya.
Sejak dulu hingga saat ini, masyarakat dihadapkan pada berbagai teori tentang hukum yang lahir pada setiap babak perjalanan sejarah hukum, Pada umumnya suatu teori hukum tidaklah dapat dilepaskan dari lingkungan zamannya. Setiap teori hukum ada masa gemilang dan ada masa merosot. Masa gemilang dicapai ketika sesuai dengan zaman dan jika kadar unsur-unsur kekuatan (strength points) dari teori tersebut jauh melebihi kadar unsur kelemahannya (weak points). Di lain sisi, pada saat kadar weak points meningkat, saat itulah teori tersebut mulai ditinggalkan.
Teori hukum adalah ilmu pengetahuan mengenai hukum yang berlaku, bukan mengenai hukum yang seharusnya. Teori hukum berisi keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum, dan sistem tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan.
Tujuan teori hukum adalah untuk mengurangi kekacauan dan kemajemukan menjadi kesatuan, membuat jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofinya yang tertinggi. Teori hukum sebagai teori tentang norma-norma, tidak adahubungannya dengan daya kerja norma-norma hukum. Teori hukum adalah formal, suatu teori tentang cara menata, mengubah isi dengan cara yang khusus.
Teori hukum dipelajari sudah sejak zaman dahulu, para ahli hukum Yunani maupun Romawi telah membuat berbagai pemikiran tentang hukum sampai kepada akar-akar filsafatnya. Sebelum abad kesembilan belas, teori hukum merupakan produk sampingan yang terpenting dari filsafat agama, etika atau politik. Para ahli fikir hukum terbesar pada awalnya adalah ahli-ahli filsafat, ahli-ahli agama, ahli-ahli politik. Perubahan terpenting filsafat hukum dari para pakar filsafat atau ahli politik ke filsafat hukum dari para ahli hukum, barulah terjadi pada akhir-akhir ini. Yaitu setelah adanya perkembangan yang hebat dalam penelitian, studi teknik dan penelitian hukum. Teori-teori hukum pada zaman dahulu dilandasi oleh teori filsafat dan politik umum.
Sedangkan teori-teori hukum modern dibahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri. Perbedaannya terletak dalam metode dan penekanannya. Teori hukum para ahli hukum modern seperti teori hukum para filosof ajaran skolastik, didasarkan atas keyakinan tertinggi yang ilhamnya datang dari luar bidang hukum itu sendiri. Sampai saat ini ada empat teori hukum yang terkenal, empat teori hukum tersebut yaitu:
1. Teori-Teori Yunani dan Romawi (Klasik)
a) Sebelum abad ke-6 SM
Pada masa itu, manusia harus bertahan hidup dari ganasnya alam. Teori ini adalah mengenai hukum sebagai kekuatan, benar-benar merupakan strategi ‘bertahan hidup’ dari manusia zaman itu yang memilih adaptasi terhadap alam. Sesuai tingkat peradaban masa itu, maka alam dijadikan sebagai titik-tolak analisis. Pada masa ini terjadi suatu yang dinamakan seleksi alam. Siapa yang kuat dan cerdik, ia selamat. Dan siapa yang mampu selamat, dia berkesempatan menjadi sumber hukum.
b) Setelah abad ke-6 SM
Masuk abad ke-6 SM yang berlanjut hingga abad ke-1 SM, teori kekuasaan alam telah “berpindah” ke manusia lewat logos (akal). Logos merupakan akal dewa-dewi yang mencerahkan dan menuntun manusia pada pengenalan akan yang “benar”,“baik”, dan “patut”. Berkat logos yang mencerahkan itu, dimungkinkan terciptanya suasana keteraturan (nomos). Nomos inilah yang menjadi petunjuk hidup di dunia riil. Esensi nomos sebenarnya soal kepatutan. Kepatutan untuk menjunjung keadilan, menjamin keamanan, serta mendatangkan kesejahteraan. Karena nomos mengandung moral logos, maka pelanggar terhadap nomos perlu dihukum karena dianggap melakukan kesombongan.
c) Teori Socrates
Bagi Socrates, sesuai dengan hakikat manusia, maka hukum merupakan tatanan kebajikan. Tatanan yang mengutamakan kebajikan dan keadilan bagi umum. Hukum bukanlah aturan yang dibuat untuk melanggengkan nafsu orang kuat (kontra filsuf Ionia), bukan pula aturan untuk memenuhi naluri hedonisme diri (kontra kaum Sofis). Hukum sejatinya adalah tatanan objektif untuk mencapai kebajikan dan keadilan umum.
d) Teori Plato
Dengan mengambil inti ajaran kebijaksanaan Socrates, Plato sang murid, juga mengaitkan hukum dengan kebijaksanaan dalam teorinya tentang hukum. Akan tetapi ia tidak menempatkan kebijaksanaan dalam konteks mutu pribadi individu warga polis. Sebaliknya, ia mengaitkan kebijaksanaan dengan tipe ideal negara polis di bawah pimpinan kaum aristokrat. Dasar perbedaan tersebut terletak pada perbedaan asumsi tentang peluang kesempurnaan pada manusia. Bagi Socrates, secara individual manusia dimungkinkan mencapai kesempurnaan jiwa secara swasembada. Sedangkan Plato tidak percaya pada tesis gurunya tersebut. Bagi Plato kesempurnaan individu hanya mungkin tercipta dalam konteks negara di bawah kendali para guru moral, para pimpinan yang bijak, para mitra bestari, yakni kaum aristokrat.
e) Teori Aristoteles
Aristoteles mengaitkan teorinya tentang hukum dengan perasaan sosial-etis yang bukanlah bawaan alamiah ‘manusia sempurna’ versi Socrates, bukan pula mutu ‘kaum terpilih’ (aristocrat) model Plato. Perasaan sosial-etis ada dalam konteks individu sebagai warga negara (polis). Berdiri sendiri lepas dari polis, seorang individu tidak saja bakal menuai ‘bencana’, tetapi juga akan cenderung liar dan tak terkendai. Oleh sebab itu, hukum seperti halnya polis, merupakan wacana yang diperlukan untuk mengarahkan manusia pada nilai-nilai moral yang rasional. Inti manusia moral yang rasional menurut Aristoteles adalah memandang kebenaran (theoria, kontemplasi) sebagai keutamaan hidup (summum bonum). Dalam rangka ini, manusia dipandu dua pemandu, yakni akal dan moral. Akal (rasio, nalar) memandu pada pengenalan hal yang benar dan yang salah secara nalar murni, serta serentak memastikan mana barang-barang materi yang dianggap baik bagi hidupnya.
f) Teori Epicurus
Epicurus membangun teorinya tentang hukum melalui konteks etika epicurunisme di mana tujuan kehidupan adalah kebahagiaan yang hanya mungkin tercipta jika tiada penderitaan jiwa-raga. Segala sesuatu yang dapat menyusahkan jiwa raga harus dihindari begitu juga kesenangan sensual dan indrawi yang mengakibatkan sakit raga dan penderitaan jiwa pun harus dijauhi. Gagasan utamanya adalah gagasan atomistik (individu-individu yang terpisah), yang muncul di tengah peperangan dan pergolakan politik yang melanda polis polis. Hukum diperlukan untuk mengatur kepentingan-kepentingan individu secara damai demi terjaganya keamanan raga dan kedamaian jiwa. Oleh karena itu, tugas hukum adalah sebagai instrument ketertiban dan keamanan bagi individu-individu yang sama-sama merindukan hidup tenang dan tentram.
2. Teori Hukum Alam
Teori hukum alam telah ada sejak zaman dahulu yang antara lain diajarkan oleh Aristoteles, yang mengajarkan bahwa ada dua macam hukum, yaitu:
a. Hukum yang berlaku kerena penetapan kekuasaan Negara.
b. Hukum yang tidak tergantung dari pandangan manusia mana yang baik buruknya hukum yang “Asli”. Menurut Aristoteles, pendapat orang tentang “Keaslian” adalah tidak sama, sehingga seakan-akan tidak ada hukum alam yang “Asli”. Teori ini kemudian dinamakan Teori Hukum Alam. Hukum Alam itu adalah “hukum yang oleh orang-orang berfikir sehat dirasakan sebagai selaras dengan kodrat alam”.
Thomas Van Aquino (1225-1274) berpendapat, bahwa segala kejadian di alam dunia ini diperintah dan dikemudikan oleh suatu “ Undang-Undang Abadi” (lex eterna) yang menjadi dasar kekuasaan dari semua peraturan-peraturan lainnya.
Lex Eterna ini adalah kehendak dan pikiran tuhan yang menciptakan dunia ini. Manusia dikaruniai tuhan dengan kemampuan berpikir dan kecakapan untuk dapat membedakan baik dan buruk serta mengenal berbagai peraturan-perundangan yang langsung berasal dari “Undang-undang Abadi” itu dan yang oleh Thomas Van Aquino dinamakan “Hukum Alam” (Lex Naturalis).
Hukum Alam tersebut hanyalah memuat asas-asas umum seperti misalnya:
Berbuat baik dan jauhi perbuatan jahat.
Bertindaklah menurut pikiran yang sehat.
Cintailah sesamamu seperti engkau mencintai dirimu sendiri.
Menurut Thomas Van Aquino, asas-asas pokok tersebut mempunyai kekuatan yang mutlak, tidak mengenal pengecualian, berlaku di mana-mana dan tetap tidak berubah sepanjang zaman.
3. Positivisme dan Utilitarianisme
Selama abad XIX manusia semakin sadar akan kemampuannya untuk mengubah keadaan dalam segala bidang. Dalam abad ini pula muncul gerakan positivisme dalam ilmu hukum.
Oleh H.L.A Hart (lahir tahun 1907), seorang pengikut positivisme diajukan berbagai arti dari positivisme sebagai berikut:
Hukum adalah perintah.
Analisis terhadap konsep-konsep hukum adalah usaha yang berharga untuk dilakukan. Analisis yang demikian ini berbeda dari studi sosiologis dan historis serta berlainan pula dari suatu penilaian kritis.
Keputusan-keputusan dapat dideduksikan secara logis dari peraturan-peraturan yang sudah ada terlebih dahulu, tanpa perlu menunjuk kepada tujuan-tujuan sosial, kebijakan serta moralitas.
Penghukuman (judgement) secara moral tidak dapat ditegakkan dan dipertahankan oleh penalaran rasional, pembuktian atau pengujian.
Hukum sebagaimana diundangkan, ditetapkan, positum, harus senantiasa dipisahkan dari hukum yang seharusnya diciptakan, yang diinginkan. Inilah yang sekarang sering kita terima sebagai pemberian arti terhadap positivisme ini.
John Austin (1790-1859), menyatakan bahwa hukum adalah sejumlah perintah yang keluar dari seorang yang berkuasa didalam negara secara memaksakan, dan biasanya ditaati. John Austin mengartikan ilmu hukum sebagai teori hukum positif yang otonom dan dapat mencukupi dirinya sendiri. Hukum adalah perintah dari kekuasaan politik yang berdaulat didalam suatu negara.
Jeremy Bentham (1748-1832) adalah seorang penganut utilitarian yang menggunakan pendekatan tersebut kedalam kawasan hukum. Pendapatnya adalah bahwa manusia itu akan berbuat dengan cara sedemikian rupa sehingga ia mendapatkan kenikmatan yang sebesar-besarnya dan menekan serendah-rendahnya penderitaan. Tujuan akhir dari perundang-undangan adalah untuk melayani kebahagiaan paling besar dari sejumlah terbesar rakyat.
4. Teori Hukum Murni
Menurut Hans Kelsen (1881-1973), hukum murni tidak mengenal kompromi, yaitu yang bebas dari naluri, kekerasan, keinginan-keinginan dan sebagainya. Teori hukum murni juga tidak boleh dicemari oleh ilmu-ilmu politik, sosiologi, sejarah dan pembicaraan tentang etika. Dasar-dasar pokok teori Hans Kelsen adalah sebagai berikut:
Tujuan teori tentang hukum adalah untuk mengurangi kekalutan dan meningkatkan kesatuan (unity).
Teori hukum adalah ilmu, bukan kehendak, keinginan. Ia adalah pengetahuan tentang hukum yang ada, bukan tentang hukum yang seharusnya ada.
Ilmu hukum adalah normatif, bukan ilmu alam.
Sebagai suatu teori tentang norma-norma, teori hukum tidak berurusan dengan persoalan efektifitas norma-norma hukum.
Suatu teori tentang hukum adalah formal, suatu teori tentang cara pengaturan dari isi yang berubah-ubah menurut jalan atau pola yang spesifik.
Hubungan antara teori hukum dengan suatu sistem hukum positif tertentu adalah seperti antara hukum yang mungkin dan hukum yang ada.
Salah satu ciri yang menonjol pada teori hukum murni adalah adanya suatu paksaan. Setiap hukum harus mempunyai alat atau perlengkapan untuk memaksa. Bagian lain dari teori Hans Kelsen yang bersifat dasar adalah konsepsinya mengenai Grundnorm, yaitu suatu dalil yang akbar yang tidak dapat ditiadakan yang menjadi tujuan dari semua jalan hukum. Grundnorm merupakan induk untuk melahirkan peraturan-peraturan hukum dalam suatu tatanan sistem tertentu .
C. Aliran-Aliran Hukum
Dalam praktik peradilan terdapat beberapa aliran hukum yang mempunyai pengaruh luas bagi pengelolaan hukum dan proses peradilan. Aliran hukum yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Aliran legisme.
Cara pandang aliran legisme adalah bahwa semua hukum terdapat dalam undang-undang. Maksudnya diluar undang-undang tidak ada hukum. Dengan demikian, hakim dalam melaksanakan tugasnya hanya melakukan pelaksanaan undang-undang belaka (wetstiopasing), dengan cara yuridische sylogisme, yakni suatu deduksi logis dari perumusan yang umum (preposisi mayor) kepada suatu keadaan yang khusus (preposisi minor), sehingga sampai kepada suatu kesimpulan (konklusi). Sebagai contoh:
Siapa saja karena salahannya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun (preposisi mayor).
Si Ahmad karena salahnya menyebabkan matinya orang (preposisi minor).
contoh: Si Ahmad dihukum penjara selama-lamanya lima tahun (konklusi). Aliran ini berkeyakinan bahwa semua persoalan sosial akan dapat diselesaikan dengan undang-undang. Oleh karena itu, mengenai hukum yang primer adalah pengetahuan tentang undang-undang, sedangkan mempelajari yurisprudensi adalah sekunder.
2. Aliran freie rechtslehre atau  freie rechtsbewegung atau  freie rechtschule
Pandangan Aliran freie rechtslehre/freie rechtsbewegung/ freie rechtsschule berbeda cara pandang dengan aliran legisme. Aliran ini beranggapan, bahwa di dalam melaksanakan tugasnya, seorang hakim bebas untuk melakukan sesuatu menurut undang-undang atau tidak. Hal ini dikarenakan pekerjaan hakim adalah menciptakan hukum. Aliran ini beranggapan bahwa hakim benar-benar sebagai pencipta hukum (judge made law), karena keputusan yang berdasarkan keyakinannya merupakan hukum. Oleh karena itu, memahami yurisprudensi merupakan hal primer di dalam mempelajari hukum, sedangkan undang-undang merupakan hal yang sekunder. Tujuan daripada freie rechtslehre menurut R. Soeroso adalah sebagai berikut:
Memberikan peradilan sebaik-baiknya dengan cara member kebebasan kepada hakim tanpa terikat pada undang-undang, tetapi menghayati tata kehidupan sehari-hari.
Membuktikan bahwa dalam undang-undang terdapat kekurangan-kekurangan dan kekurangan itu perlu dilengkapi.
Mengharapkan agar hakim memutuskan perkara didasarkan kepada rechts ide (cita keadilan).
3. Aliran rechtsvinding (penemuan hukum)
Sedangkan aliran rechtsvinding adalah suatu aliran yang berada di antara aliran legisme dan aliran freie rechtslehre/freie rechtsbewegung/freie rechtsschule. Aliran ini berpendapat bahwa hakim terikat pada undang-undang, tetapi tidak seketat sebagaimana pendapat aliran legisme, sebab hakim juga mempunyai kebebasan.
Dalam hal ini, kebebasan hakim tidaklah seperti pendapat freie rechtsbewegung, sehingga hakim di dalam melaksanakan tugasnya mempunyai kebebasan yang terikat. (gebonden vrijheid), atau keterikatan yang bebas (vrije gebondenheid). Jadi tugas hakim merupakan melakukan rechtsvinding, yakni menyelaraskan undang-undang yang mempunyai arti luas.
Kebebasan yang terikat dan keterikatan yang bebas terbukti dari adanya beberapa kewenangan hakim, seperti penafsiran undang-undang, menentukan komposisi yang terdiri dari analogi dan membuat pengkhususan dari suatu asas undang-undang yang mempunyai arti luas. Menurut aliran rechtsvinding bahwa yurisprudensi sangat penting untuk dipelajari di samping undang-undang, karena di dalam yurisprudensi terdapat makna hukum yang konkret diperlukan dalam hidup bermasyarakat yang tidak ditemui dalam kaedah yang terdapat dalam undang-undang. Dengan demikian memahami hukum dalam perundang-undangan saja, tanpa mempelajari yurisprudensi tidaklah lengkap, Namun demikian, hakim tidaklah mutlak terikat dengan yurisprudensi seperti di negara Anglo Saxon, yakni bahwa hakim secara mutlak mengikuti yurisprudensi.
D. Aliran yang Berlaku di Indonesia
Aliran yang berlaku di Indonesia adalah aliran rechtsvinding, bahwa hakim dalam memutuskan suatu perkara berpegang pada undang-undang dan hukum lainnya yang berlaku di dalam masyarakat secara kebebasan yang terikat (gebonden vrijheid) dan keterikatan yang bebas (vrije gebondenheid). Tindakan hakim tersebut berdasarkan pada pasal 20,22 AB dan Pasal 16 ayat (1) dan pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman.
Pasal 20 AB mengatakan bahwa: “Hakim harus mengadili berdasakan undang-undang”.
Pasal 22 AB mengatakan bahwa: “Hakim yang menolak untuk mengadili dengan alasan undang-undangnya bungkam, tidak jelas atau tidak lengkap, dapat dituntut karena menolak untuk mengadili”.
Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 berbunyi:
“Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.
Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 berbunyi: “Hukum wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai – nilai hukum dan rasa keadilam yang hidup dalam masyarakat” .

BAB III
PENUTUP
B. Kesimpulan
Menurut Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatan nya dalam menghukum orang-orang yang bersalah.
Sebuah istilah yang di ajarkan oleh Aristoteles yang menyatakan bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dengan manusia yang lain. Ajaran ini adalah salah satu gambaran bahwa manusia membutuhkan keberadaan manusia yang lain untuk mengatasi permasalahannya.

Daftar Pustaka
Kansil, C.S.T. 1976. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.
http://hukum-on.blogspot.co.id/2012/06/pengertian-hukum-menurut-para-ahli.html
https://mattakula.wordpress.com/2010/06/04/aliran-aliran-hukum-dan-aliran-hukum-yang-berlaku-di-indonesia/

Thanks for reading Makalah Pengertian Hukum,Teori dan Aliran Hukum

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar